November 08, 2010

In The Mirror


-To wish you were someone else is to waste the person you are-

aku mengusap air mata yang mulai melunturkan maskaraku. setelah tak tampak jejak air mata, aku meretouch lagi make-up ku sebelum ada yang masuk ke dalam toilet. aku hembuskan dalam dalam nafasku sebelum melangkah keluar dari toilet beraroma lavender itu. aku pastikan diriku nampak baik baik saja. aku rapikan setelan serba abu ku. setelah memastikan sudah rapi, aku lalu membuka kenop pintu toilet itu.
"jeng, tadi lo dicari pak wisnu" nina, menghampiri kubikel ku dan menyerhkan beberapa data yang harus aku susun. "dari mana sih lo?" tanyanya lagi. aku membaca sekilas laporan mengenai jumlah aset yang terjual minggu ini.
"ke toilet, perutku agak bermasalah" jawabku tanpa memandang nina. akhirnya nina kembali ke mejanya. Aku mengambil beberapa berkas yang berhubungan dengan laporan penjualan yang tadi nina berikan padaku. Sedikit lemas aku langkahkan kaki menuju ruangan wisnu heidy wiratama, atasan sekaligus temanku. Aku ketuk pintunya perlahan
“masuk” sebuah suara mempersilahkanku masuk. “dariana saja kamu” tanya heidy, panggilan akrabku padanya.
“perutku sedikit bermasalah” jawabku sambil menyerahkan laporan dan data data yang dia minta.
“kamu sakit” tanya nya lalu mendekatiku. Bvlgari aqua yang sudah menjadi trade mark nya menghampiri hidungku. Mengingatkanku pada kenangan masa sekolahku dengannya. “kayaknya kamu perlu istirahat deh, jeng. Muka kamu pucat gitu” mata heidy menatap tepat ke arahku, yang membuatku refleks menunduk.
“aku nggak apa kok” kataku tak bisa menyembunyikan kegugupanku berada di dekatnya. “ini laporan yang kamu minta” kataku menyerahkan laporan yang tadi aku letakan di meja ke tangannya. Dan langsung pamit untuk meyelesaikan pekerjaanku lainnya. Aku rasakan pandangan kecewa heidy saat aku berbalik dan keluar dari ruangannya. Mataku terpaku pada sosok Alia Rachmi, wanita anggun dengan rambut hitam panjangnya, tubuh semampai, wajah ayu dan berlatar belakang keluarga ningrat, sangat mencolok di antara kerumunan orang yang lalu lalang di bumi hijau real estate.

“hahaha...serius tuh? Tapi perbandingan ajeng sama alia itu jauh banget, la” aku sedikit kaget mendengar namaku disebut sebut. Karena aku tahu hanya ada satu ajeng di bumi hijau.
“ya tapi kan siapa tahu, win. Ajeng dan pak wisnu kan sudah berteman sejak sma. Tahu kan kalau hubungan seperti itu bisa jadi seperti apa saja” suara yang aku kenali sebagai lala, bagian property, menimpali suara yang pertama, yang sepertinya milik wina.
“please deh, la. Pilih pilih juga kali. Lo bandingin deh. Ajeng tuh siapa sih? perempuan biasa sedangkan alia, wow, gue saja yang cewek kagum banget sama dia. Beauty, brain, behavior nya lengkap. Belum lagi keturunan kraton gitu. Too good to be true kan?” wina memberi kesan dramatisir saat membandingkanku dengan alia.
“iya juga sih. siapa ya yang bisa menolak alia?” aku mrngiyakan dalam hati. Alia memang sangat mempesona dengan paket komplitnya. “pak wiratama nggak salah ya memilih calon menantu” kata kata lala itu membuat tubuhku seperti tersengat listrik. Calon menantu? Batinku. Dadaku sesak. Bukan karena aku terkurung si bilik toilet, tapi sakit hati mendengar berita itu.
‘tapi kabarnya pak wisnu belum menyetujui perjodohan itu”
“kamu yakin, win? Pak wisnu mau cari istri seperti apalagi sih?” lala berkomentar gemas. “tapi berarti kita masih punya kesempatan kan?” lanjutnya diiringi tawa nakal wina yang setuju dengan pemikiran lala.
Wisnu memang seorang pria ideal idaman banyak wanita, dengan adorable outlooknya, intelligent thinking nya dan jangan lupakan deretan kekayaan yang dia miliki sebagai pewaris tunggal wiratama. Perpaduan itu membuatnya menjadi most wanted bachelor yang mungkin tidak hanya di kalangan para pegawainya. Aku yang sudah mengenalnya sejak sma sangat tahu seberapa banyak wanita yang berharap mendapat perlakuan khusus dari wisnu heidy wiratama, yang semuanya harus menerima kenyataan bahwa itu hanya sekedar khayalan mereka. Heidy selalu bersikap dingin pada wanita. Tapi aku, yang sudah mendapat gelar sebagai sahabatnya adalah pengecualian. Aku, heidy dan romeo adalah satu paket yang tidak terpisahkan selama sma hingga kuliah. Sampai akhirnya romeo menerima tawaran beasiswa ke swiss. Dan entah sejak kapan rasa sayang persahabatan itu mulai beralih fungsi dari hatiku, atau selama ini aku hanya pura pura tidak menyadari? Aku tidak tahu, tapi mendengar toilet talk wina dan lala tadi sepertinya membuka mataku akan perasaanku pada heidy .
Siapa yang mampu menolak alia?
Siapa aku dibanding alia?
Dua pertanyaan retoris yang aku atau bahkan semua orang tahu jawabannya.
Aku menghabiskan sabtu siangku di black cup, sebuah kedai kopi kecil favoritku sejak kuliah. Dengan berbekal sebuah novel sidney sheldon favoritku, the best laid plans, aku memilih duduk di pojok black cup. Suasana siang itu sedikit ramai. Aku memilih bersembunyi di balik rak buku yang juga berfungsi sebagai pembatas ruangan selain tempat menyimpan beberapa majalah dan buku. Aku duduk dan membelakangi main space black cup agar konsentrasiku saat membaca tidak terpecah.
“randy? Aku sudah di black cup, kamu dimana?” sebuah suara yang sepertinya familier terdengar di belakangku. Aku balikkan kepalaku untuk memastikan siapa pemilik suara itu. Alia. Dengan floral mini dress putih yang bertaburan motif bunga kecil berwarna orang tampak sangat stunning. Dia mengambil tempat tak jauh di belakangku.
Sabtuku mendadak buruk. Dia pasti janji bertemu dengan heidy. Atau randy? Mungkin aku salah dengar tadi. Aku baru saja ingin menghabiskan cappucino di cangkirku dan meninggalkan black cup untuk mengembalikan mood sabtuku saat aku mendengar sebuah suara menyapa alia. Bukan heidy, pikirku. Aku beranikan diriku melihat siapa orang yang ingin ditemui alia.
Seorang pria tinggi berwajah mirip marcell chandrawinata versi short hair cut nya menghampiri alia dan tanpa sungkan mencium bibir alia. Bibir? Di tempat seperti ini? Wow! Aku terkesima. Entah apa yang membuatku mengurungkan niatku untuk meninggakan black cup, aku justru mengambil posisi lagi.
“mana fotonya?” tanya alia yang tampak tidak senang dengan sikap randy.
“martin nggak mau kasih kalau nggak sesuai sama yang dia minta, al” randy tampak cemas, begitu juga dengan alia. Dikeluarkannya sebungkus rokok dan lighter dari longchamp khaki nya. Setalah mengambil sebatang rokok dari bungkus itu, alia menyulutnya. Mukanya tampak lebih rileks. Alia merokok? Sejak kapan?batinku.
“terus gimana? Aku nggak mau mengeluarkan 20 juta cuma demi sebuah video” katanya. “masa kamu nggak bisa ngurus kayak begitu sih” nadanya menjadi lebih sinis. Randy hanya menunduk
“i’ve tried my best, al. Tapi dia kayaknya tahu kamu butuh banget foto itu. Aku juga bingung, al” wajah randy terlihat gelisah.
“shit! Lagian kamu juga ngapain waktu itu pake mabok segala. Kalau waktu itu kamu bisa kontrol nggak akan kaya gini kan jadinya?” alia mengetuk ngetukkan lighternya ke meja.
“al. Aku kan nggak tahu bakal gini. Aku juga nggak ngira waktu itu kamu mabok juga” randy membela diri. Alia sepertinya tidak peduli dengan pembelaan randy
“pokoknya aku nggak mau kalau video itu ketahuan sama orang lain. Randy, aku mau nikah. Dan aku nggak mau perjodohanku dengan wisnu berantakan gara gara masalah kayak begini. Ngerti?” alia mengacung acungkan rokoknya kehadapan randy dengan gaya dan suara  mengancam. Sosok lain alia yang tak pernah aku lihat selama ini.
“alia, bukan Cuma kamu yang nggak  mau video itu ketahuan orang lain. Aku juga nggak. Kalau video after party kita mneyebar, papaku akan sangat marah al. Apa jadinya kalau anak seorang walikota ketahuan melakukan hal memalukan seperti itu?. So stop pushing me, i’m thinking” randy membalas ancaman alia dengan nada sedikit depresi. Video after party? Hal memalukan? Apapula ini? Alia yang ada di depanku tampak seperti orang lain sekarang. Beberapa menit kemudian aku masih menyaksikan adu mulut mereka hingga alia memutuskan meninggalkan randy yang tampak sangat risau sendiri di black cup.
          Cutiku selama dua hari ke bogor menghadiri pernikahan sepupuku lumayan menyegarkan pikiranku yang belakangan ini kusut. Aku melihat beberapa orang berkumpul di dekat kantor heidy.
          “nin, ada apaan sih?” tanyaku saat nina melintas di dekatku.
          “wah, lo ketinggalan berita,jeng” jawab nina. “ada hot gossip. I mean really hot” nina melanjutkan. Aku meletakkan luis vuitton kw 1 ku di atas meja, bersiap mendengar cerita yang membuat suasana kantor pagi itu heboh.
          “pak wisnu sama alia ribut tuh” nina menunjuk nunjuk kantor heidy yang tertutup rapat namun suara di dalamnya masih terdengar. Beberapa pegawai sibuk berkasak kusuk di depan ruangan heidy. “kayaknya bakal perang dunia” nina menambahkan dengan gaya dramatisnya.
          “ribut kenapa sih?” tanyaku sedikit skeptis, malas mengurusi masalah orang lain sebenarnya.
          “gara gara video, jeng” nina berbisik ke arahku. Aku yang sudah menduga sebelumnya tidak terlalu kaget. Pasti veideo yang alia dan pria misterius di black cup itu bicarakan beberapa hari lalu. ah, sepandai pandainya tupai melompat pasti kana jatuh juga, batinku.
          “oh, video. Video panas kayak gitu maksud lo?” komentarku enteng. Nina mengangguk semangat.
          “emang lo sudah tahu ya?” tanyanya penasaran melihat reaksiku, aku mengangguk, mulai tidak tertarik dengan pembicaraan ini.
          “buset, jadi selama ini lo tahu kalo pak wisnu itu homo?” tanyanya lagi. Sekarang aku yang kaget setengah mati mendengar perkataannya.
          “apa, nin?” tanyaku seolah tidak percaya.
          “iya, jadi lo tahu kalau selama ini pak wisnu itu gay?” tanyanya lagi. Aku masih memandangnya tak mengerti. “video yang lo maksud video pak wisnu sama model runaway itu kan?” nina terdengar tidak yakin dengan pertanyaanya. Aku masih melongo mendengarnya.
          “model?” tanyaku.
          “iya, Raka Wibawa itu lho” tanyanya.
          “hah???!!” aku tidak tahu harus berkata apa. Oke, aku memang tidak sanggup bersaing dengan alia. Tapi, aku lebih tidak terima kalau harus bersaing dengan seorang pria. Iya kan???

1 comment:

  1. Dew, the twist is wicked! hahahaha
    it seems you like writing, why don't you try it in English?!

    ReplyDelete